BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi tonggak sejarah yang penting bagi pemerintahan desa, karena baru kali ini ada Undang-Undang Desa yang menunjukkan komitmen yang nyata dan adanya political will dari negara untuk memberdayakan desa dan meningkatkan kesejahteraan seluruh perangkat desanya. Undang-Undang Desa ini patut diapresiasi karena mencantumkan kebijakan-kebijakan yang progresif dan strategis bagi kemajuan dan perkembangan desa. Undang-Undang ini juga menghargai eksistensi desa dan peranan aparatur desa. Hal ini karena mengingat pentingnya kedudukan dan peranan desa dalam sistem ketatanegaraan kita.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa mengemban paradigma dan konsep baru kebijakan tata kelola desa secara nasional. Undang-Undang Desa ini tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman depan Indonesia. Undang-Undang Desa yang disahkan pada akhir tahun 2014 lalu juga mengembangkan prinsip keberagaman, mengedepankan azas rekognisi dan subsidiaritas desa. Lain daripada itu, Undang-Undang Desa ini mengangkat hak dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukan pada posisi sub nasional. Padahal, desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam bagian penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa tujuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa adalah sebagai berikut :
- memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
- melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
- mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
- membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
- meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
- meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
- memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
- memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Undang-Undang Desa menempatkan desa sebagai subyek pembangunan. Pemerintah menjadi pihak yang menfasilitasi tumbuh kembangnya kemandirian dan kesejahteraan desa melalui skema kebijakan yang mengutamakan rekognisi dan subsidiaritas. Supra desa (pemerintah) tak perlu takut dengan konsekuensi pemberlakukan kedua azas tersebut. Dengan menjadi subyek pembangunan justru desa tidak lagi akan menjadi entitas yang merepotkan tugas pokok pemerintah kabupaten, provinsi bahkan pusat. Justru desa akan menjadi entitas negara yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam membangun kesejahteraan, kemakmuran dan kedaulatan bangsa baik di mata warga negaranya sendiri maupun negara lain.
Paradigma pembangunan Desa telah mengalami perubahan konsep dan spirit dari era-era sebelumnya. Yakni, dari spirit "Membangun Desa" menjadi "Desa Membangun", namun sejatinya dalam Undang-Undang Desa kedua konsep pendekatan pembangunan desa itu diakomodir. Dalam Undang-Undang Desa membangun desa diartikan sebagai pembangunan kawasan perdesaan sedangkan desa membangun adalah pembangunan desa itu sendiri.
Sejalan dengan tuntutan dan dinamika pembangunan bangsa, perlu dilakukan pembangunan Kawasan Perdesaan. Pembangunan Kawasan Perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa dalam satu Kabupaten/Kota sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Terkait dengan hal ini Pemerintah dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan. Peraturan menteri tersebut mengamanatkan untuk dibentuk Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Perdesaan (TKPKP). Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Perdesaan (TKPKP) Kabupaten Kebumen telah dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kebumen Nomor : 410/297/KEP/2016 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Perdesaan Kabupaten Kebumen.
Dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan disebutkan bahwa kawasan perdesaan harus memiliki Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan. Disebutkan juga bahwa Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan tersebut disusun oleh Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Perdesaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan dan dalam rangka memperlancar kegiatan penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan Kabupaten Kebumen, perlu dibuat Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan sebagai panduan bagi tim penyusun dokumen tersebut.
B. Landasan Hukum
Landasan hukum penyelenggaraan Pembangunan Kawasan Perdesaan Kabupaten Kebumen, antara lain :
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 42);
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
- Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang -Undang Nomor 9 Tahun 2015 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
- Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Tentang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Tentang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1223, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
- Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3);
- Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 359);
- Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2010 Nomor 1);
- Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen Tahun 2011 - 2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2012 Nomor 23).
C. Tujuan
Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Kawassan Perdesaan ini secara umum bertujuan untuk mendukung proses penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Kebumen khususnya terkait pembangunan kawasan perdesaan di wilayah Kabupaten Kebumen.
Secara khusus pedoman ini bertujuan untuk memberikan panduan kepada tim dalam penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan di Wilayah Kabupaten Kebumen. Dengan demikian diharapkan nantinya Pembangunan Kawasan Perdesaan dapat sinkron dengan arah kebijakan pembangunan daerah yang tercermin pada rencana program dan kegiatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kebumen serta sinkron dengan rencana pembangunan yang ada di Desa di wilayah Kabupaten Kebumen.
D. Sasaran dan Ruang Lingkup
Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan ini ditujukan untuk memberikan panduan bagi Tim Penyusun Dokumen Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan Kabupaten Kebumen yang mencakup bahasan tentang isu strategis kawasan perdesaan; tujuan dan sassaran pembangunan kawasan perdesaan; strategi dan arah kebijakan kawasan perdesaan; program dan kegiatanpembangunan kawasan perdesaan; indikator capaian kegiatan dan kebutuhan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kawasan perdesaan.
BAB II
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
Kebijakan Pembangunan Kawasan Perdesaan merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pada Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merumuskan frasa Kawasan Perdesaan sebagai berikut: “Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi”. Frasa “Kawasan Perdesaan” mengandung kebijakan secara eksplisit tentang tata ruang kawasan perdesaan yang bertumpu pada pola penghidupan pertanian. Hal ini sejalan dengan frasa “Kawasan Perdesaan” yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Pembangunan Kawasan Perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa dalam satu Kabupaten/Kota sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Arah kebijakan pengembangan kawasan perdesaan adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dan desa, serta mewujudkan desa-desa berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi dan ekologi sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dengan sasaran berkurangnya jumlah desa tertinggal. Selain itu, membangun keterkaitan ekonomi lokal antara perkotaan dan perdesaan melalui integrasi perdesaan mandiri.
Pembangunan Kawasan Perdesaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, meliputi :
- Pemberdayaan Masyarakat Desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi;
- Penggunaan dan pemanfaatan wilayah desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kota;
- Pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan;
- Pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan dan pengembangan teknologi tepat guna.
- Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan Bagi Masyarakat Miskin dan Rentan di Desa
- Peningkatan peran dan kapasitas pemerintah daerah dalam memajukan ekonomi masyarakat miskin dan rentan;
- Peningkatan kapasitas masyarakat miskin dan rentan dalam pengembanganusahaberbasis lokal;
- Pemberian dukungan bagi masyarakat miskin dan rentan melalui penyediaan lapangan usaha, dana bergulir, dan lembaga keuangan mikro.
- Peningkatan Ketersediaan Pelayanan Umum dan Pelayanan Dasar Minimum di Perdesaan
- Peningkatan kualitas sarana dan prasarana dasar bidang pendidikan, kesehatan, dan perumahan di desa tertinggal dan berkembang;
- Pengembangan dan penataan pasar-pasar desa;
- Peningkatan kualitas jaringan irigasi serta jaringan sanitasi dengan pengembangan instalasi pengolahan air limbah di kawasan perdesaan.
- Pengembangan terminal dan moda transportasi yang memperlancar akses dari maupun menuju desa.
- Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan
- Peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan, melalui fasilitasi dan pendampingan berkelanjutan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan desa;
- Peningkatan keberdayaan masyarakat melalui penguatan sosial budaya masyarakat dan keadilan gender (kelompok wanita, pemuda, anak, dan TKI).
- Perwujudan Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Baik
- Fasilitasi peningkatan kapasitas pemerintah desa;
- Fasilitasi peningkatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga-lembaga lainnya di tingkat desa;
- Pengembangan sistem pelayanan desa berbasis internet;
- Pengembangan data dan sistem informasi desa yang digunakan sebagai acuan bersama perencanaan dan pembangunan desa;
- Fasilitasi kerjasama antar desa.
- Perwujudan Kemandirian Pangan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (SDA-LH) yang Berkelanjutan dengan Memanfaatkan Inovasi dan Teknologi Tepat Guna di Perdesaan
- Peningkatan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan melalui redistribusi lahan kepada petani/nelayan (land reform), serta menekan laju alih fungsi lahanpertanian, dan kawasan pesisir secara berkelanjutan;
- Dorongan kepada masyarakat berperan dalam gerakan penghijauan dan menjaga kelestarian kawasan resapan air;
- Fasilitasi peningkatan kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan, pengelolaan, dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang seimbang, berkelanjutan, dan berwawasan mitigasi bencana;
- Fasilitasi peningkatan kapasitas masyarakat dalam mewujudkan kemandirian pangan dan energi dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan;
- Fasilitasi masyarakat desa dalam penyediaan listrik secara mandiri;
- Fasilitasi masyarakat dalam pengelolaan dan pendayagunaan limbah organik maupun non-organik.
- Pengembangan Ekonomi Perdesaan
- Peningkatan kegiatan ekonomi desa yang berbasis komoditas unggulan, melalui pengembangan rantai nilai, peningkatan produktivitas, serta penerapan ekonomi hijau;
- Fasilitasi masyarakat dalam mengembangkan usaha jasa dan perdagangan yang mendukung sektor pariwisata;
- Peningkatan kualitas sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan pasar desa;
- Peningkatan akses masyarakat desa terhadap modal usaha, pemasaran dan informasi pasar;
- Peningkatan kapasitas masyarakat dalam bidang kewirausahaan berbasis potensi lokal;
- Peningkatan peran lembaga pendukung ekonomi desa seperti koperasi, BUMDesa, dan lembaga ekonomi mikro lainnya dalam pengembangan ekonomi perdesaan;
- Fasilitasi peningkatan kesadaran masyarakat dalam inklusi keuangan.
Arah kebijakan nasional pembangunan kawasan perdesaan tersebut, sejalan dengan Visi Pembangunan Kabupaten Kebumen Tahun 2005-2025 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2005 – 2025 yaitu “Kebumen Yang Mandiri dan Sejahtera Berbasis Agrobisnis”. Penjelasan terkait Visi tersebut adalah :
- Kebumen, adalah suatu daerah otonom (selanjutnya disebut Daerah), yakni suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut praskarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
- Mandiri, artinya suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang mampu mengambil keputusan dan memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa tergantung pada pihak lain. Kemandirian di sini bukan situasi atau kondisi dalam keterisolasian, tetapi konsep dinamis yang mengenal saling ketergantungan yang tak bisa dihindari dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Terlebih dalam era globalisasi dan perdagangan bebas yang kini tengah berlangsung. Kemajuan ekonomi melalui peningkatan daya saing yang menjadi kunci untuk mewujudkan kemandirian tersebut. Kemandirian suatu daerah, antara lain dapat diukur dari; ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhan dan kemajuan pembangunannya; kemandirian aparatur dalam menjalankan tugaskanya; dan kemampuan pembiayaan pembangunan daerah yang makin kokoh; serta kemandirian dalam mencukupi kebutuhan pokoknya. Selain itu, kemandirian secara prinsip adalah suatu sikap untuk mengenali potensinya dan kemampuannya untuk mengelola sumber daya yang tersedia dan tantangan yang dihadapi. Dalam hal ini Pemerintah Daerah dan masyarakatnya harus mandiri dalam menentukan kebijakan serta memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan bisa dilihat dari dua aspek, yaitu pemenuhan kebutuhan bahan pokok untuk pengembangan agrobisnis dan pemenuhan kebutuhan akan kebutuhan pangan sebagai produk petanian. Kedua kebutuhan ini dengan sendirinya akan tercukupi dengan mengelola sumber daya lokal yang menjadi basis kehidupan masyarakatnya yakni pertanian.
- Sejahtera artinya suatu kondisi dimana masyarakat telah mampu memenuhi semua kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar ini mencakup kebutuhan akan pangan, sandang, papan (perumahan), kesehatan dan pendidikan serta sosial. Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat ini setidaknya diperlukan dua syarat. Pertama, agar masyarakat mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri maka masyarakat memerlukan pendapatan perkapita yang cukup. Dalam hal ini maka seberapa jauh pengembangan agrobisnis mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat memegang peranan yang sangat penting. Tingkat partisipasi angkatan kerja yang tinggi disertai dengan penghasilan yang mampu memenuhi kebutuhan dasar, dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, seandainya syarat pertama tidak terwujud, maka Pemerintah Daerah berkewajiban membantu mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat melalui berbagai program perlindungan sosial. Masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya akan mendapatkan bantuan sosial baik dalam bentuk subsidi atau bantuan sosial lainnya. Untuk bisa mewujudkannya, Pemerintah Daerah perlu mengupayakan pendapatan regional yang cukup guna membiayai kebutuhan perlindungan sosial tersebut. Dalam hal ini, sumbangan agrobisnis pada pendapatan regional merupakan salah satu tantangan yang cukup besar untuk dipikirkan dalam pengembangan program agrobisnis.
- Agrobisnis, artinya daerah yang mampu menghasilkan produk produk pertanian dan produk olahan pertanian yang memiliki nilai kompetitif yang tinggi baik untuk memenuhi kebutuhan lokal, nasional, maupun internasional. Kabupaten Kebumen yang memiliki basis ekonomi di sektor pertanian ini diharapkan mampu menjadi daerah agrobisnis terdepan di Jawa Tengah pada Tahun 2025. Produk pertanian merupakan produk yang dihasilkan secara langsung dari kegiatan bertani. Sementara itu produk olahan pertanian merupakan produk yang dihasilkan setelah produk pertanian tersebut diolah dalam suatu industri agrobisnis baik industri rumah tangga maupun industri besar. Upaya menghasilkan produk pertanian dan produk olahan pertanian secara bersamaan ini sangat penting. Pada satu sisi, Kabupaten Kebumen memiliki potensi alam dan infrastruktur yang baik guna mengembangkan pertanian. Selain itu sebagian besar masyarakat Kabupaten Kebumen mengembangkan kegiatan ekonominya di sektor pertanian. Pada sisi yang lain, di Kabupaten Kebumen juga berkembang industri-industri kecil yang mengolah produk pertanian menjadi produk olahan pertanian. Produk pertanian bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan baik di tingkat lokal maupun nasional namun pada saat yang sama juga menjadi bahan dasar yang diperlukan industri-industri produk olahan pertanian. Oleh karena itu, keduanya merupakan suatu kesatuan holistik yang tidak dipisahkan. Secara riil keberhasilan menjadi daerah agrobisnis bisa dilihat dari sumbangan subsektor agrobisnis pada 3 (tiga) hal, yaitu: (i) kontribusinya yang signifikan pada pendapatan regional, (ii) penyerapan tenaga kerja, dan (iii) peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan Kawasan Perdesaan
Pembangunan Kawasan Perdesaan adalah pembangunan antar desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
Prinsip dan Tujuan
Pembangunan Kawasan Perdesaan diselenggarakan dengan Prinsip : Partisipasi, holistik dan komprehensif, berkesinambungan, keterpaduan, keadilan, keseimbangan, transparansi dan akuntabilitas. Sedangkan tujuan Pembangunan kawasan perdesaan adalah untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pengembangan ekonomi, dan/atau pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif dengan mengintegrasikan berbagai kebijakan, rencana, program, dan kegiatan para pihak pada kawasan yang ditetapkan dengan memprioritaskan pengembangan potensi dan/atau pemecahan masalah kawasan perdesaan.
Penetapan dan perencanaan kawasan Perdesaan
Penetapan dan perencanaan kawasan perdesaan memperhatikan RTRW Kabupaten/Kota dan RPJMD Kabupaten/Kota terutama dalam penentuan prioritas, jenis dan lokasi program pembangunan. Mekanisme Penyusunan rencana pembangunan kawasan perdesaan dimulai dengan Bupati/Walikota memprakarsai proses perencanaan pembangunan kawasan perdesaan melalui TKPKP kabupaten/kota, TKPKP dalam melakukan proses penyusunan rencana pembangunan kawasan perdesaan dapat dibantu oleh pihak ketiga.
Kawasan yang dapat ditetapkan sebagai kawasan perdesaan adalah beberapa desa yang berbatasan dalam sebuah wilayah perencanaan terpadu yang memiliki kesamaan, keterkaitan masalah dan potensi pengembangan dan merupakan bagian dari suatu kabupaten/kota. Kawasan perdesaan harus memperhatikan kegiatan pertanian, pengelolaan sumberdaya alam dan lainnya, permukiman perdesaan, tempat pelayanan jasa pemerintahan, sosial dan ekonomi perdesaan, nilai strategis dan prioritas kawasan, keserasian pembangunan antar kawasan dalam wilayah kabupaten/kota, kearifan lokal dan eksistensi masyarakat hukum ada dan keterpaduan dan keberlanjutan pembangunan.
Pembiayaan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan merupakan perwujudan program dan kegiatan pembangunan tahunan pada kawasan perdesaan yang merupakan penguatan kapasitas masyarakat dan hubungan kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat di kawasan perdesaan. Pendanaan pelaksanaan pemabangunan kawasan perdesaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), dan sumber lain yang tidak mengikat.
Pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota berdasarkan masukan dari TKPKP kabupaten/kota dan/atau Pemerintah Desa. Penunjukan oleh Bupati/Walikota tersebut dapat didelegasikan kepada TKPKP kabupaten/kota.
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah provinsi dapat menugaskan kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa berupa pembangunan kawasan perdesaan berdasarkan asas tugas pembantuan.
Pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang terkait dalam hal pendanaan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
Pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dalam hal pendanaan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Bupati/Walikota dapat menunjuk satuan kerja perangkat daerah yang terkait atau Pemerintah Desa untuk melaksanakan pembangunan kawasan perdesaan dalam hal pendanaan berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Bupati/Walikota dalam menunjuk pelaksana pembangunan kawasan perdesaan harus mengacu pada Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan.
Pelaporan dan Evaluasi Pembangunan Kawasan Perdesaan
Pelaporan dan evaluasi pembangunan kawasan perdesaan dilakukan berbasis desa dan berdasarkan indikator kinerja capaian yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan. Pelaksana pembangunan kawasan perdesaan melaporkan kinerja kepada Bupati/Walikota melalui Bappeda Kabupaten/Kota. Laporan kinerja tersebut disampaikan kepada Bappeda Kabupaten/Kota tiap 3 (tiga) bulan dan dievaluasi setiap 1 (satu) tahun sejak dimulainya pelaksanaan pembangunan.
Hasil evaluasi terhadap laporan kinerja sebagaimana dimaksud di atas menjadi dasar Bappeda Kabupaten/Kota dalam menilai capaian Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan. Dan hasil penilaian terhadap capaian Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud menjadi dasar penyusunan Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan pada periode selanjutnya.
Bappeda Kabupaten/Kota melaporkan hasil evaluasi terhadap laporan kinerja pembangunan kawasan perdesaan kepada Bupati/Walikota. Bupati/Walikota menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut sebagai arahan kebijakan kepada TKPKP kabupaten/kota dalam pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan pada tahun selanjutnya. Selanjutnya Bupati/Walikota melaporkan hasil evaluasi kepada TKPKP provinsi.
Kelembagaan TKPKP untuk Pembangunan Kawasan Perdesaan
Kelembagaan TKPKP terdiri dari TKPKP Pusat, TKPKP Provinsi, dan TKPKP Kabupaten/Kota dan melakukan penyelenggaraan pembangunan kawasan perdesaan sesuai dengan lingkup kewenangannya.
Apa dan siapa TKPKP Pusat, TKPKP Provinsi, TKPKP Kabupaten/Kota :
1. TKPKP Pusat :
- TKPKP pusat terdiri dari unsur kementerian/lembaga yang terkait yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
- TKPKP pusat merupakan lembaga yang bertugas melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pembangunan kawasan perdesaan pada tingkat nasional berdasarkan laporan dan hasil evaluasi yang diberikan oleh TKPKP Provinsi.
- TKPKP pusat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berkoordinasi dengan TKPKP provinsi dan TKPKP kabupaten/kota.
2. TKPKP Provinsi :
- TKPKP provinsi terdiri dari unsur Kepala satuan kerja perangkat daerah yang terkait yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
- TKPKP provinsi merupakan lembaga yang bertugas untuk melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pembangunan kawasan perdesaan pada tingkat provinsi berdasarkan laporan dan hasil evaluasi yang diberikan oleh Bupati/Walikota.
- Jumlah keanggotaan TKPKP provinsi disesuaikan dengan kebutuhan dan/atau kondisi daerah.
3. TKPKP Kabupaten/Kota :
- TKPKP kabupaten/kota terdiri dari unsur Kepala satuan kerja perangkat daerah yang terkait, Camat, Kepala Desa, Kepala Badan Kerjasama Antar Desa, dan tokoh masyarakat yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
- TKPKP kabupaten/kota merupakan lembaga yang bertugas untuk:
- mengkoordinasikan penetapan kawasan perdesaan;
- mengkoordinasikan penyusunan Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan;
- menunjuk pelaksana pembangunan kawasan perdesaan dalam hal didelegasikan oleh Bupati/Walikota; dan
- melaksanakan arahan kebijakan sebagai hasil evaluasi laporan kinerja pembangunan kawasan perdesaan.
- Jumlah keanggotaan TKPKP kabupaten/kota disesuaikan dengan kebutuhan dan/atau kondisi daerah.
- TKPKP kabupaten/kota dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pendamping Kawasan Perdesaan.
- Pendamping Kawasan Perdesaan bertugas untuk:
- membantu TKPKP kabupaten/kota dalam penetapan dan perencanaan kawasan perdesaan; dan
- memfasilitasi dan membimbing desa dalam pembangunan kawasan perdesaan.
- Pendamping Kawasan Perdesaan berasal dari pihak ketiga.
Pendanaan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Ketentuan pendanaan dalam penyelenggaraan pembangunan kawasan perdesaan adalah sebagai berikut :
- Pendanaan penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa berupa pembangunan kawasan perdesaan berdasarkan asas tugas pembantuan berasal dari DAK dan/atau Dana Tugas Pembantuan.
- Pendanaan penugasan dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa berupa pembangunan kawasan perdesaan berdasarkan asas tugas pembantuan berasal dari Dana Tugas Pembantuan.
Beberapa hal di atas adalah uraian singkat terkait dengan penyelenggaraan pembangunan kawasan perdesaan. Tahapan awal dalam penyelenggaraan pembangunan kawasan perdesaan adalah penyusunan rencana pembangunan kawasan perdesaan. Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan disusun oleh Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Perdesaan (TKPKP) Kabupaten/Kota. Yang kemudian ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Rencana pembangunan kawasan perdesaan ini yang akan menjadi landasan dalam pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi pembangunan kawasan perdesaan.
BAB III
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
Penetapan dan perencanaan kawasan perdesaan memperhatikan RTRW Kabupaten/Kota dan RPJMD Kabupaten/Kota terutama dalam penentuan prioritas, jenis dan lokasi program pembangunan. Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan disusun oleh Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Perdesaan (TKPKP) Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Jangka waktu pembangunan kawasan perdesaan berdasarkan rencana pembangunan kawasan perdesaan adalah rencana program pembangunan jangka menengah yang berlaku selama 5 tahun yang terdiri atas kegiatan prioritas tahunan. Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan dapat diubah dengan menyesuaikan pada perkembangan kebutuhan kawasan. Rencana pembangunan kawasan perdesaan setidaknya ada di dalamnya memuat : isu strategis kawasan perdesaan, tujuan dan sasaran pembangunan kawasan perdesaan, strategi dan arah kebijakan kawasan perdesaan, program dan kegiatan pembangunan kawasan perdesaan, indikator capaian kegiatan dan kebutuhan pendanaan.
- Pendahuluan berisi - Latar belakan, - Landasan hukum, Maksud dan Tujuan
- Gambaran Umum Kawasan Perdesaan. Bab/Pokok Bahasan ini menjelaskan dan menyajikan secara logis dasar-dasar analisis, gambaran umum kondisi kawasan perdesaan yang meliputi aspek geografi dan demografi, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan aspek sosial ekonomi serta aspek lain yang mendukung.
- Isu Strategis Kawasan Perdesaan. Dalam pokok bahasan ini menjelaskan tentang permasalahan pembangunan kawasan perdesaan yang terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang relevan, dan isu-isu strategis yang dapat berasal dari permasalahan pembangunan maupun yang berasal dari kebijakan nasional maupun daerah, yang dapat memberikan manfaat/pengaruh pada masa mendatang terhadap kawasan perdesaan tersebut. Identifikasi terhadap isu-isu strategis merupakan langkah awal untuk memetakan potensi-potensi permasalahan pembangunan di suatu kawasan perdesaan. Dengan teridentifikasinya isu strategis maka proses perumusan kebijakan akan memperoleh batu pijakan yang tepat, yaitu informasi mengenai hal-hal yang harus didahulukan penanganannya dalam pembangunan kawasan perdesaan dimaksud.
- Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kawasan Perdesaan, Pokok bahasan ini menggambarkan tentang tujuan dan sasaran pembangunan kawasan perdesaan sesuai dengan kawasan perdesaan masing-masing dan hubungannya dengan isu strategis pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana telah diuraikan pada pokok bahasan sebelumnya.
- Strategi dan Arah Kebijakan Kawasan Perdesaan. Pokok bahasan ini memberi gambaran singkat tentang perlunya strategi yang dipilih dalam mencapai tujuan dan sasaran serta arah kebijakan dari setiap strategi terpilih, sebagai rumusan perencanaan komprehensif untuk mencapai tujuan dan sasaran Pembangunan Kawasan Perdesaan. Untuk memperoleh strategi dan arah kebijakan diperlukan analisis sederhana misalnya menggunakan analisis SWOT atau analisis lainnya.
- Program dan Kegiatan, Indikator Capaian Kegiatan dan Indikatif Kebutuhan Pendanaan Pembangunan Kawasan Perdesaan Pada bagian ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, dan pendanaan indikatif beserta sumber anggaran (Perumusan rencana program, kegiatan, indikator kinerja, dan pendanaan indikatif). Dalam pokok bahasan ini selain narasi juga disajikan dalam bentuk matrik/tabel.
Demikian pedoman sederhana dalam penyusunan rencana pembangunan kawasan perdesaan Kabupaten Kebumen. Semoga bermanfaat.